Lintang Ismaya
PROFESI
I.
Di negeriku
Jadi badut dan pesulap
Adalah pilihan profesi yang paling utama
Jika bisa sulap tentu bisa pula jadi badut
Di depan jutaan penggemarnya;
Sang badut berkata: “Tuan-Puan yang budiman
Sejarah mencatat bandung lautan api
Apakah Tuan-Puan menyaksikannya?
Tentu tidak bukan!”
Para penggemar jadi bertanya-tanya,
Apakah benar ada sejarah itu? Keadaan jadi gaduh
Sang badut dengan kepintarannya
Mengalihkan topik pembicaraan:
“Kini di depan Tuan-Puan sekalian,
Aku catat sejarah baru dalam lembaran
Guinnes book of world records, kisah pembakaran hutan”
O, apa yang terjadi? Yang terang dan jelas
Segala satwa lari sudah
Ke dalam buku catatan biologi
Atau ke dalam buku cerita kanak-kanak
Yang dibaca sambil tiduran
Sungguh, seketika hutan
Jadi padang arang. Sang badut tertawa ngakak
Mecorat-coret sejarah baru
Dengan darah rakyat, lebih merah
Dari warna matahari segaris permukaan laut.
“Hisaplah asapnya wahai Tuan-Puan
Biar hidup penuh gairah,” Katanya. Lalu
Yang dibakarnya bukan hanya hutan saja
Gedung-gedung, rumah-rumah kumuh,
Mobil, motor, dan pasar dalam sebuah kerusuhan
Demi tegaknya demokrasi? Adakah dusta?
Hari melipat hari, sang badut beraksi lagi:
Menyulap perempuan-perempuan keturunan
Jadi semacam kisah bunda maria,
Mereka hamil tanpa suami.
Namun, bukanlah badut dan pesulap,
Namanya; jika trik dan intrik
Serta sensasinya berhenti sampai di situ
Di hari yang lain, --sang badut mensimulasi
Juga merekunstruksi kejadian-kejadian
Di zaman bar-bar, fandalis, purba
Dan zaman urdu lainnya;
Ada bendera di bakar,
Jerit petani sampang, tangis anak jalanan, tanjung priouk
Mangkuk merah, trisakti, ambon berdarah dan bom
Yang meledak di mana-mana. Fantastis. Seluruh mata dunia
Melihat negeriku, negeri-negeri tetangga
Merasa bangga atas kelihaian dan kecerdasan
Sang badut, --demi kecerdasan dan kelancaran
Aksi sang badut tidak punah, negeri adi daya
Mengucurkan dana IMF,
Sampai akkhirnya, --Tuan dan Puan di negeriku
Saking terlalu asyik menyaksikan hiburan dari
Sang badut dan pesulap, mungkin juga ketagihan
Akhirnya mereka lupa pada
Kesehatan jasmani dan rohani; --seluruh rakyat negeriku
Diserang wabah demam, namun bukan demam
Tapi semacam demam, --bayi-bayi lahir
Harus menanggung beban hutang di pundaknya.
Pagi harinya negeriku hening
Lebih hening dari surau di ujung desa. Harga-harga
Melambung tinggi. Rakyat kelimpungan
Digenggam demam, ditekuk tangis dan sesal
Akan negeri yang runtuh ke dasar jurang peradaban
Bendera berdiri tegak setengah tiang!
II.
Detik, mengunyah jam
Membuka lembaran sejarah baru
Untuk diisi tulisan, atas kisah sang badut
Berikutnya; di era reformasi, jumlah sang badut dan pesulap
Kian bertambah populasinya, --kitab-kitab kuno
Ramalan-ramalan buhun, dipelajari sang badut, penuh khidmat
Bukan hanya kitab dan ramalan-ramalan buhun saja
Yang dipelajari sang badut, pun mereka beramai-ramai
Membentuk sekte, mendirikan partai-partai baru
Lagi-lagi dengan alasan klise; demi tegaknya
Demokrasi? Adakah dusta?
Sebelum melahirkan sulapan barunya;
Kemunculan kelompok-kelompok badut yang berkolaborasi
Memberi hiburan yang cukup menentramkan rakyat
Badut-badut yang korup ditangkap
Diadili, dieksekusi oleh para badut sendiri
Juga angin segar untuk kenyamanan Tuan dan Puan
Dari negeri tetangga. Penghasilan Sang badut, sebagai
Businessman sukses, mendorong nalurinya untuk
Membuka pasar bebas di negeriku, demi mengisi zaman
Kemerdekaan. Demi lancarnya pembangunan di seluruh sektor
Atas dalih, --pasar bebas bisa meningkatkan
Pendapatan devisa asing, untuk keuntungan negeriku
Demi tegaknya demokrasi, demi kolaborasi cantik
Saling hormat-menghormati antar negeri
Pasar bebas pun resmi bergulir. O, apa yang terjadi?
Yang terang dan jelas, produk dalam negeri
Kehilangan pasarnya di negeri sendiri!
Kedatangan hari yang didorong oleh
Detik jam, tak bisa ditolak oleh tanah negeriku
Sang badut pun, sehabis memamah kitab-kitab kuno,
Ramalan-ramalan buhun dengan hatam diajinya.
Sang badut pun, --kembali beraksi dengan kepintaran
Dan kecerdasan permainan barunya
Mula-mula, --disulapnya kilang minyak dan gas,
Menjadi banjir lumpur. Rumah-rumah penduduk,
Ladang-ladang, sawah-sawah pabrik-pabrik
Dan keasrian tata kota mewujud Lautan
Lumpur. “Inilah, kenyataan itu, inilah ramalan
Leluhur kita itu, tanpa ada aku, --maka ramalan mereka
Bulshit semua, alias tidak akan nyata
Atau mewujud, --atas terjadinya ramalan pulau terbagi tiga.
Oup, ada yang lupa, Tuan dan Puan yang budiman
Tunggu episode berikutnya, sebab permainan sulap ini
Baru dimulai” Ucap sang badut, disela-sela epilognya
Sehabis mempertontonkan kebolehan barunya.
Aksi sang badut dengan senyum dan khas tertawa ngakaknya
Lagi-lagi, mencorat-coret sejarah baru dengan darah rakyat,
Lebih merah dari warna biji saga.
III.
Disebabkan populasi sang badut dan pesulap sudah terlalu
Banyak, menyebar ke pelosok-pelosok desa
Persaingan pun mulai berlaku diantara
Sang badut dan pesulap. Demi tegaknya demokrasi,
Demi tegaknya hak azasi Sang badut dan pesulap
Dari semua sekte
Mengadakan sayembara: “Mau tak mau, negeri ini perlu
The master badut dan pesulap, --maka kepada semua
Tuan dan Puan di negeri kita tercinta ini, supaya kestabilan
Dan keamanan kami ketika sedang beraksi tidak ada demo
Harus diadakanlah pemilihan, sesuai faknya masing-masing
Agar tidak terjadinya persaingan job, --mari, kita adakan
Pemilihan umum, --untuk wakil-wakil badut dan pesulap
Demi stabilnya tatanan negeri ini, tidak terhambat
Pembangunannya serta hidup dan kehidupan generasi
Bangsanya. Hidup demokrasi. Hidup hak asasi. Merdeka!”
“Ouw,…Yap. Hampir saja lupa; ini ada kaos, segenggam beras
Dan lauk pauknya, untuk dibawa pulang ke rumah Tuan dan Puan
Sebagai rasa cintaku pada semua penggemarku. Atas kasihNya
Kita bisa setia dan sejalan; satu tujuan. Ini bukanlah sosialisai
Terlebih mencuri start kampanye, hanya sekedar hadiah dariku
Selama ini, atas kepuasan Tuan dan Puan yang kerap menyaksikan
Aksi hiburan-hiburan kami di atas panggung hidup dan kehidupan
Negeri kita tercinta ini.” Teriak sang badut di tengah-tengah kampanyenya
Dengan penuh trik dan intrik, --memikat hati para pemilih
Tuan dan Puan serta seluruh rakyat di negeriku
Kembali kelimpungan, --kembali mabuk warna-warni
Partai para sekte badut. Dari satu partai badut, ada
Yang mencapai 13 orang bahkan lebih, untuk untusan
Daerah. Apalagi untuk duduk di senayan. Bukanlah badut
Dan pesulap, jika janji-janjinya tidak menggiurkan hati, pikir
Dan rasa Tuan dan Puan serta seluruh rakyat di negeriku.
Demi memperebutkan selembar sejarah baru yang akan dituliskan
Tangan The Master serta para kaki tangannya sang badut dan pesulap
Yang terpilih; konon, katanya dananya, melebihi pesta demokrasi
Di negeri adi daya. Fantastis. Betapa mahalnya
Untuk sebuah kata setia, yang kerap diombang-ambing
Bukan hanya dalam tingkatan janji-janji para pecinta namun
Dalam hal pemilihan the master sang badut dan pesulap pun,
Kata setia, menjadi senjata ampuh, untuk memikat hati
Para Tuan dan Puan serta seluruh rakyat di negeriku.
Dengan dalih; demi tegaknya demokrasi? Adakah dusta?
Kini, kata setia di negeriku, menjadi misterinya sendiri, seperti
Hidup dan matinya sang ulat di dalam kepongpong!
1996-2009
______________
Lintang Ismaya salah satu dari sembilan nama pena yang dimiliki Doni Muhamad Nur., Alumni STSI Bandung. Menulis puisi, Cerpen, Novel, Esai, Artikel Kebudayaan, Reportase, Naskah Drama, Naskah Sinetron dan Film. Sempat jadi Tim Penulis Script Sinetron, Videoclip, Iklan dan Company Profile di PT. Mega Cinema Production M-Pro dari tahun 2000-2004 dan tahun 2006-2007, Wartawan dan Redaktur Khusus di majalah Seni & Budaya “Suara Cangkurileung Bandung” dari tahun 2002-2004. Dari tahun 2003-2006 magang di PUSDOKSEN STSI Bandung “Pusat Pendokumentasian Seni STSI Bandung”, sebagai Kameramen. Sedang dari tahun 2004-2006 menjadi Guru Pembina Ekstra Kulikuler Teater Jasad di SMA Pasundan 1 Tasikmalaya dibawah binaan Teater Dongkrak Tasikmalaya. Tahun 2007, bekerja di taZtv “PT. Global Siar Mandiri” sebagai Script & Director. Tahun 2008, namanya tercatat, sebagai tim Pembina Kesenian DISBUDPAR JABAR gawe bareng dengan PUSLITMAS STSI Bandung. Kini, semuaaktifitasnya di dunia broadcash, sedang pakeum.
_______
Dok. Foto: Miral
Lebih Lanjut..